Rabu, 24 Februari 2016

Pembelajaran IPA dan Problem Based Learning



a.    Pembelajaran  IPA
              Hardini dan Puspitasari (2012: 10) menyatakan “pembelajaran sering dipahami dengan proses belajar mengajar dimana didalamnya ada interaksi guru dengan siswa dan antar sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa”. Menurut Jamil Suprihatiningrum (2013: 75) pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan peserta didik dalam belajar. Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu peserta didik agar dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
              Sama halnya dengan pendapat Mohamamad Surya (dalam Abdul Majid 2013: 4) pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembalajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan interaksi guru dengan siswa agar menciptakan prilaku belajar. Pembelajaran disusun secara terencana membantu siswa agar mencapai tujuan pembelajaran berupa pengetahuan, pengalaman, dan perubahan tingkah laku.
              Menurut Herawati (2000:113), menyatakan banwa “pembelajaran IPA merupakan integrasi antara proses inkuiri dan pengetahuan sehingga pengembangan konsep IPA harus dikaitkan dengan pengembangan keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah. Siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan menjelajah lingkungan dan memecahkan masalah.” Menurut BSNP 2006 (Hardini dan Puspitasari, 2012:149), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatau proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan mampu menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
              Dengan demikian dapat disimpulkan, pembelajaran IPA pada hakikatnya adalah pembelajaran untuk mencari tahu, memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenarannya melalui suatu proses penemuan dan pengembangan berupa sikap ilmiah. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012:152) ada beberapa tekenik penyajian pemebelajaran IPA sebagai berikut; 1) inquiri atau menemukan, 2) SETS atau Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat, 3) pemecahan masalah, 4) diskusi, 5) tanya-jawab, 6) penugasan, 7) karya wisata, 8) demonstrasi.
              Menurut Trianto (2013: 142) merajuk pada hakikat IPA di tanamkan dalam pembelajaran IPA sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
1.    Memberikan pengetahuan IPA kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
2.    Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3.    Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4.    Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.
5.    Menggunakan dan menerapkan metode dalam memecahkan masalah.

b.   Model pembelajaran Problem Based Learning
              Joyce (dalam Abdul Majid 2013: 13), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan dalam pembalajaran di kelas untuk mengarahkan peserta didik dalam membantu mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 10) model pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar siswa yang memuaskan. Senada dengan Soekamto, dkk dalam (Trianto 2013: 22)  model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menagajar”.
              Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan model pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang sistematis yang digunakan dalam  aktivitas belajar mengajar untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran dapat memacu peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keaktifan peserta didik dalam memecahkan masalah adalah model Problem Based Learning. Menurut Arends (2008:41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
              Menurut Yatim Riyanto (2010: 285) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk belajar”. Siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok, untuk mencari, merumuskan, menganalisis, solusi permasalahan dunia nyata. Model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk mengembengkan siswa berpikir krirtis, analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar. Sama halnya menurut Trianto (2013: 90), model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
              Disimpulkan dari pendapat diatas bahwa model pembelajaran Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan dalam pemecahan permasalahan. Pada dasarnya hakikat pembelajaran PBL adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Di bawah ini adalah kriteria pemilihan bahan yang dapat dibelajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (Wina Sanjaya, 2011: 217).
1.    Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang biasa bersumber dari berita, rekaman, video, dan yang lainnya.
2.    Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.    Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4.    Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai kurikulum yang berlaku.
5.    Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

              Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki prosedur yang jelas dalam melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan. John Dewey dalam Wina Sanjaya (2011: 217), menjelaskan 6 langkah strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang kemudian dinamakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
1.    Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2.    Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3.    Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
4.    Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah.
5.    Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6.    Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta didik menggambarkan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

              Menurut Yatim Riyanto (2010 :307), langkah-langkah model ProblemBased Learning adalah sebagai berikut :
1.    Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik.
2.    Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.
3.    Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan.
4.    Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.
5.    Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.

              Menurut Arends (2008:57), sintaks untuk model Problem Based Learning (PBL) dapat disajikan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3
Membimbing
 penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan atau pemecahan masalah.
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temanya.
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


              Wina Sanjaya (2011: 220-221) mendefinisikan beberapa keunggulan PBL, diantaranya:
1.   Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.   Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukanpengetahuan baru bagi siswa.
3.   Pemecahan  masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.   Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.   Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6.   Melalui pemecahan masalah (problem solving) biasa memperlihatkan siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7.   Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8.   Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemempuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9.   Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10.    Pemecahan (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

              Pada dasarnya PBL memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Selain itu model pembelajaran PBL merupakan model yang memusatkan pada kegiatan mengidentifikasi, menganalisis, dan mendiskusikan permasalahan yang ada dalam kelompok dengan sebuah masalah sebagai stimulus dalam pembelajaran. Masalah yang diambil dari fenomena-fenomena dunia nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar