a. Pembelajaran IPA
Hardini dan
Puspitasari (2012: 10) menyatakan “pembelajaran sering dipahami dengan proses
belajar mengajar dimana didalamnya ada interaksi guru dengan siswa dan antar
sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan
tingkah laku siswa”. Menurut Jamil Suprihatiningrum (2013: 75) pembelajaran
merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang
disusun secara terencana untuk memudahkan peserta didik dalam belajar. Pembelajaran merupakan upaya yang
dilakukan pendidik untuk membantu peserta didik agar dapat menerima pengetahuan
yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Sama halnya dengan pendapat Mohamamad Surya (dalam
Abdul Majid 2013: 4) pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembalajaran merupakan suatu
kegiatan yang melibatkan interaksi guru dengan siswa agar menciptakan prilaku
belajar. Pembelajaran disusun secara terencana membantu siswa
agar mencapai tujuan pembelajaran berupa pengetahuan, pengalaman, dan perubahan tingkah laku.
Menurut Herawati (2000:113), menyatakan banwa
“pembelajaran IPA merupakan integrasi antara proses inkuiri dan pengetahuan
sehingga pengembangan konsep IPA harus dikaitkan dengan pengembangan
keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah. Siswa dilatih untuk mengembangkan
keterampilan menjelajah lingkungan dan memecahkan masalah.”
Menurut
BSNP 2006 (Hardini dan Puspitasari, 2012:149), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatau proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan mampu
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan, pembelajaran IPA
pada hakikatnya adalah pembelajaran untuk mencari tahu, memahami alam semesta
secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala
alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji
kebenarannya melalui suatu proses penemuan dan pengembangan berupa sikap
ilmiah. Menurut
Hardini dan Puspitasari (2012:152) ada beberapa tekenik penyajian pemebelajaran
IPA sebagai berikut; 1) inquiri atau
menemukan, 2) SETS atau Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat, 3)
pemecahan masalah, 4) diskusi, 5) tanya-jawab, 6) penugasan, 7) karya wisata,
8) demonstrasi.
Menurut Trianto (2013: 142) merajuk pada hakikat IPA di tanamkan dalam
pembelajaran IPA sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu,
yaitu:
1.
Memberikan pengetahuan IPA kepada
siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
2.
Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3.
Memberikan keterampilan untuk
melakukan pengamatan.
4.
Mendidik siswa untuk mengenal,
mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.
5.
Menggunakan dan menerapkan metode
dalam memecahkan masalah.
b. Model
pembelajaran Problem Based Learning
Joyce (dalam Abdul Majid 2013: 13), model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan dalam pembalajaran di
kelas untuk mengarahkan peserta didik dalam membantu mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 10) model pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru
untuk menciptakan situasi pengajaran dan mendukung bagi kelancaran proses
belajar dan tercapainya prestasi belajar siswa yang memuaskan. Senada dengan
Soekamto, dkk dalam (Trianto 2013: 22)
model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menagajar”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan model
pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang sistematis yang digunakan
dalam aktivitas belajar mengajar untuk
membantu mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran dapat
memacu peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar. Salah satu alternatif
model pembelajaran yang dapat mengembangkan keaktifan peserta didik dalam
memecahkan masalah adalah model Problem Based Learning. Menurut Arends
(2008:41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi
bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
Menurut Yatim Riyanto (2010: 285) menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta
didik pada tantangan “belajar untuk belajar”. Siswa aktif bekerja sama di dalam
kelompok, untuk mencari, merumuskan, menganalisis, solusi permasalahan dunia
nyata. Model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk mengembengkan
siswa berpikir krirtis, analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber
daya yang sesuai untuk belajar. Sama halnya menurut Trianto (2013: 90), model
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik
yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata.
Disimpulkan dari pendapat diatas bahwa model pembelajaran
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membantu
peserta didik untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan dalam
pemecahan permasalahan. Pada dasarnya hakikat pembelajaran PBL adalah gap atau kesenjangan antara situasi
nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan
apa yang diharapkan. Di bawah ini adalah kriteria pemilihan bahan yang dapat
dibelajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (Wina Sanjaya, 2011: 217).
1.
Bahan
pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang biasa bersumber
dari berita, rekaman, video, dan yang lainnya.
2.
Bahan
yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap
siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.
Bahan
yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.
4.
Bahan
yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa sesuai kurikulum yang berlaku.
5.
Bahan
yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki prosedur yang
jelas dalam melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan. John
Dewey dalam Wina Sanjaya (2011: 217), menjelaskan 6 langkah strategi
pembelajaran berdasarkan masalah yang kemudian dinamakan metode pemecahan
masalah (problem solving), yaitu :
1.
Merumuskan
masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
2.
Menganalisis
masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
3.
Merumuskan
hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
4.
Mengumpulkan
data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan
masalah.
5.
Pengujian
hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk merumuskan kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6.
Merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta didik menggambarkan
rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Menurut Yatim Riyanto (2010 :307), langkah-langkah
model ProblemBased Learning adalah sebagai berikut :
1.
Guru
memberikan permasalahan kepada peserta didik.
2.
Peserta
didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok tersebut
mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka
miliki. Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.
3.
Peserta
didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang
telah dirumuskan.
4.
Peserta
didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang
diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.
5.
Kegiatan
diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.
Menurut Arends (2008:57), sintaks untuk model
Problem Based Learning (PBL) dapat disajikan seperti pada Tabel 2.
Tabel
2. Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Tahap
|
Tingkah Laku
Guru
|
Tahap-1
Orientasi
siswa pada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi
siswa untuk belajar
|
Guru membantu
siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap-3
Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan atau pemecahan masalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai laporan, video, dan
model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temanya.
|
Tahap-5
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
|
Wina Sanjaya (2011: 220-221) mendefinisikan beberapa
keunggulan PBL, diantaranya:
1.
Pemecahan
masalah (problem solving) merupakan
teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.
Pemecahan
masalah (problem solving) dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukanpengetahuan
baru bagi siswa.
3.
Pemecahan masalah (problem
solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.
Pemecahan
masalah (problem solving) dapat
membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam kehidupan nyata.
5.
Pemecahan
masalah (problem solving) dapat
membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6.
Melalui
pemecahan masalah (problem solving)
biasa memperlihatkan siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA,
sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.
7.
Pemecahan
masalah (problem solving) dianggap
lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8.
Pemecahan
masalah (problem solving) dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemempuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9.
Pemecahan
masalah (problem solving) dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata.
10.
Pemecahan
(problem solving) dapat mengembangkan
minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
Pada dasarnya PBL memfokuskan pada siswa dengan
mengarahkan siswa menjadi pelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara
aktif dalam pembelajaran berkelompok. Selain itu model pembelajaran PBL
merupakan model yang memusatkan pada kegiatan mengidentifikasi, menganalisis,
dan mendiskusikan permasalahan yang ada dalam kelompok dengan sebuah masalah
sebagai stimulus dalam pembelajaran. Masalah yang diambil dari
fenomena-fenomena dunia nyata.